TUGAS SOFTSKIL I
MATA KULIAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI
SEJARAH PERKEMBANGAN EPA
Disusun Oleh :
Nama : Apriani Rejeki
Kelas : 4EB12
NPM : 23209550
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Data keuangan dan data ekonomi sangat diperlukan seiring dengan
kemajuan perekonomian saat ini. Para pemilik atau penanam modal sudah
menyebar ke segala pelosok daerah dan operasinya sudah tidak hanya di
lingkungan dalam negeri namun sudah meluas hingga ke luar negeri. Modal
yang ditanamkan dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan atau
pengendalian. Oleh karena itu, mereka sangat memerlukan laporan keuangan
yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya.
Bank-bank melakukan pengawasan dalam pemberian kredit agar uang yang
dipinjamkan tersebut selamat dan menghasilkan bunga yang diharapkan.
Sehingga mereka sangat memerlukan laporan keuangan guna menilai
kemampuan ekonomi para nasabah atau calon nasabahnya. Dalam pasar modal
juga sangat diperlukan laporan keuangan bagi perusahaan yang akan go
public. Demikian juga pemerintah memerlukan laporan keuangan wajib pajak
sebagai dasar penentuan pajak agar lebih obyektif. Pihak-pihak lain
seperti calon kreditur, calon investor, serikat buruh, lembaga-lembaga
keuangan serta industri lainnya juga sangat memerlukan laporan keuangan.
Oleh karena itu laporan keuangan yang disajikan harus mencerminkan
keadaan yang sebenarnya, sehingga para pengambil keputusan yang
mendasarkan diri pada laporan keuangan tersebut tidak tersesat. Hal
itulah yang menjadikan peranan akuntan sangat penting dalam penyajian
laporan keuangan.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Profesi Akuntan
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya
masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini
dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan
pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah
ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada
orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang
hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi.
Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat
saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun
semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa
was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau
mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang
mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga
yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran
laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak
itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
B. Perkembangan Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi
di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam
manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja
terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa
peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai
pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil
perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana
pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk
membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya
penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik
dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat
100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang
terjadi. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi
industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi
maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan
antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan
pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis
sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai
mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh
kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan
sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini
adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan
tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang
dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual
saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan
pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan
tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan
audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/
pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi
pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan
penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi
tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan.
Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik
dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga
perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern
yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan
persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem
statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran
tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri
dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan
laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor,
pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya
seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang
membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan
tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang
perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka
Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari
Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita
terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama
didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan
direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses
kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan
Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun
2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan
lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada saat itu
segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four
auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para
akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah
dengan mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi
akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia.
Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan
tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan
secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku
untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi
masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin
sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha
sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat
para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan.
Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam
bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu
menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan
berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan
syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti
pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena
itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk
melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak
tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian
gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di
Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu
kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat
dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat
terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada
waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan
publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada
saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada
waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri
kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal
tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada
perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit
dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan
yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan
publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember
1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan
Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik
ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan
Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan
Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan
adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan
keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan
pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan
publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan
perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi
lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan
pasar uang di Indonesia.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat
keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali
sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia,
kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini
jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal
dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian
pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting
Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M
University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk
mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion)
pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di
pasar modal.
Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada
tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung
di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi
akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan
pendidik.
Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan
jumlah akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama
yang mengatur hal-hal berikut:
1) Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
2) Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan
diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada
Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut
akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
3) Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct)
oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal
Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan
pengenaan sanksi.
Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6
tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret
1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada
pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat
keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan
memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal
dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam
sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu
ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam
pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan
pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik
pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang
sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan
pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan
publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan
oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya
konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973
disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada
tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk
mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah
mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang
Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik,
prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik
dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat
dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik
akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali
lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi
akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada
kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu
dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali
mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala
(tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan
cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu
bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat
kepada akuntan asing.
Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri
Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988
tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut
adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
1) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
2) Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai
liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
3) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik
mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk
mengenai manajemen KAP.
4) Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia
untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi
Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
5) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut,
pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat
terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987
tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1) Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan,
antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
akuntan public / akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara
berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk
tahun terakhir.
2) Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus
disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan
publik/ akuntan negara.
3) Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin
emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring
dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun
demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para
usahawan dan akademisi.
Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah
sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya
dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga
sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran
masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang
dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan
peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh
pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan
PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan
perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam
Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup
pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya
tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan
publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan
berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin
beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan
relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan
sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan,
profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk
pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
C. Profesi Akuntansi
Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003)
yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan
akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri,
keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan
sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang
dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari
pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi
seperti organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga
masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi,
mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991)
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi.
Perkembangan profesi akuntansi sejalan dengan jenis jasa akuntansi
yang diperlukan oleh masyarakat yang makin lama semakin bertambah
kompleksnya. Gelar akuntan adalah gelar profesi seseorang dengan bobot
yang dapat disamakan dengan bidang pekerjaan yang lain. Misalnya bidang
hukum atau bidang teknik. Secara garis besar Akuntan dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Akuntan Publik (Public Accountants)
Akuntan publik atau juga dikenal dengan akuntan eksternal adalah
akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran
tertentu. Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor
akuntan. Yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah akuntan yang
bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) dan dalam prakteknya sebagai
seorang akuntan publik dan mendirikan kantor akuntan, seseorang harus
memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik dapat
melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa
konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2. Akuntan Intern (Internal Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan
atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan atau
akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari Staf
biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan.
Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan
kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin
perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan
pemeriksaan intern.
3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga
pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan
akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar,
dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
Seseorang berhak menyandang gelar Akuntan bila telah memenuhi syarat
antara lain: Pendidikan Sarjana jurusan Akuntansi dari Fakultas Ekonomi
Perguruan Tinggi yang telah diakui menghasilkan gelar Akuntan atau
perguruan tinggi swasta yang berafiliasi ke salah satu perguruan tinggi
yang telah berhak memberikan gelar Akuntan. Selain itu juga bisa
mengikuti Ujian Nasional Akuntansi (UNA) yang diselenggarakan oleh
konsorsium Pendidikan Tinggi Ilmu Ekonomi yang didirikan dengan SK
Mendikbud RI tahun 1976.
D. Organisasi Resmi Profesi Akuntan Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, Indonesian Institute of Accountants)
adalah organisasi profesi akuntan di Indonesia. Kantor sekretariatnya
terletak di Graha Akuntan, Menteng, Jakarta.
Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi,
yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan
akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956. Akuntan-akuntan Indonesia
pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra Darmawan,
Tan Tong Djoe, dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957.
Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa
mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia.
Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan
di aula Universitas Indonesia (UI) dan bersepakat untuk mendirikan
perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri
oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan
Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi
akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu
Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki
Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe
sebagai komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan
lainnya memperoleh jawaban setuju. Perkumpulan yang akhirnya diberi nama
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957,
yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30.
Susunan pengurus pertama terdiri dari:
· Ketua: Prof. Dr. Soemardjo Tjitrosidojo
· Panitera: Drs. Mr. Go Tie Siem
· Bendahara: Drs. Sie Bing Tat (Basuki Siddharta)
· Komisaris: Dr. Tan Tong Djoe
· Komisaris: Drs. Oey Kwie Tek (Hendra Darmawan)
Keenam akuntan lainnya sebagai pendiri IAI adalah
· Prof. Dr. Abutari
· Tio Po Tjiang
· Tan Eng Oen
· Tang Siu Tjhan
· Liem Kwie Liang
· The Tik Him
Ketika itu, tujuan IAI adalah: 1. Membimbing perkembangan akuntansi
serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan. 2. Mempertinggi mutu
pekerjaan akuntan.
Sekarang IAI telah mengalami perkembangan yang sangat luas. Hal ini
merupakan perkembangan yang wajar karena profesi akuntan tidak dapat
dipisahkan dari dunia usaha yang mengalami perkembangan pesat. Salah
satu bentuk perkembangan tersebut adalah meluasnya orientasi kegiatan
profesi, tidak lagi semata-mata di bidang pendidikan akuntansi dan mutu
pekerjaan akuntan, tetapi juga upaya-upaya untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan peran dalam perumusan kebijakan publik.
Anggota individu terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan
anggota kehormatan. Anggota biasa adalah pemegang gelar akuntan atau
sebutan akuntan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia dan pemegang sertifikat profesi akuntan yang diakui oleh IAI.
Anggota luar biasa adalah sarjana ekonomi jurusan akuntansi atau yang
serupa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan
profesi akuntan. Sedangkan anggota kehormatan adalah warga negara
Indonesia yang telah berjasa bagi perkembangan profesi akuntan di
Indonesia. Pada saat didirikannya, hanya ada 11 akuntan yang menjadi
anggota IAI, yaitu para pendirinya. Dari waktu ke waktu anggota IAI
terus bertambah. Para akuntan yang menjadi anggota IAI tersebar
diseluruh Indonesia dan menduduki berbagai posisi strategis baik
dilingkungan pemerintah maupun swasta.
Sebagaimana keputusan Kongres Luar Biasa IAI pada bulan Mei 2007,
selain keanggotaan perorangan IAI juga memiliki keanggotaan berupa
Asosiasi, dan pada saat ini IAI telah memiliki satu anggota Asosiasi
yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang sebelumnya
tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen Akuntan Publik. Perusahaan
pengguna jasa profesi akuntan sebagai corporate member. IAI juga membuka
keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa akuntansi yang
tergabung dalam junior member. Kegiatan IAI antara lain:
· Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan
· Penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Akuntan Manajemen (Certified Professional Management Accountant)
· Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)
Pada skala internasional, IAI aktif dalam keanggotaan International
Federation of Accountants (IFAC) sejak tahun 1997. Di tingkat ASEAN IAI
menjadi anggota pendiri ASEAN Federation of Accountants (AFA). Keaktifan
IAI di AFA pada periode 2006-2007 semakin penting dengan terpilihnya
IAI menjadi Presiden dan Sekjen AFA. Selain kerjasama yang bersifat
multilateral, kerjasama yang bersifat bilateral juga telah dijalin oleh
IAI diantaranya dengan Malaysian Institute of Accountants (MIA) dan
Certified Public Accountant (CPA).
PENUTUP
Para pemilik modal menyerahkan dananya kepada perusahaan untuk
dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan
dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Modal yang ditanamkan
tersebut harus mendapatkan pengawasan atau pengendalian. Sehingga mereka
memerlukan laporan keuangan . Peranan akuntan sangat penting dalam
penyajian laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang objekif,
sehingga tidak merugikan pemilik modal.
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dibagi ke dalam 4 periode
yaitu pra revolusi indusri, masa revolusi indusri tahun 1900, tahun
1900-1930 dan tahun 1930-sekarang. Di Indonesia, perkembangan profesi
akuntan dapat dibagi menjadi 2 periode menurut Olson yaitu periode
kolonial dan periode sesudah kemerdekaan. profesi akunatn berkembang
sejalan dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia.
Kebutuhan akan jenis jasa akuntansi yang diperlukan oleh masarakat
semakin lama semakin kompleks. Secara garis besar, akuntan dapat
digolongkan menjadi 4 yaitu akuntan public, akunan intern, akuntan
pemerinah dan akuntan pendidik. Sehingga keberadaan profesi akuntan
diakui sebagai sebuah profesi kepercaaan masarakat. Profesi akuntan
diharapkan dapat mengatasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Safri. 1991. Auditing Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
Hartadi, Bambang. 1987. Auditing ”Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan”. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
http://books.google.co.id/
http://dhycana.wordpress.com/2008/11/14/perkembangan-akuntansi-publik/
http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
http://warnadunia.com/
http://www.e-dukasi.net/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf